Senin, 24 Maret 2014

penalaran



I.                   PENDAHULUAN
            Setiap manusia pasti pernah berpikir. Penalaran adalah salah satu proses berpikir manusia tersebut. Penalaran adalah sebgaian hasil dari cara berfikir kita, studi-studi penalaran biasanya berhubungan dengan logika. Studi mengenai penalaran berkaitan erat demgan bagaimana manusia mencapai kesimpulan-kesimpulan tertentu baik dari premis langsung maupun tidak langsung. Penalaran dan pemecahan masalah biasanya adalah topik-topik yang sanagat erat hubungannya dengan aspek-aspek yang secara umum berhubungan dengan berpikir. Titik  berat penalaran adalah bagaimana  seseorang menarik suatu kesimpulan dan mengevaluasi apakah kesimpulan yang ia tarik itu benar atau salah. Studi-studi tentang logika yang merupakan bagian dari filsafat, matematika, mencoba untuk memahami secara rinci karateristik-karateristik argument yang baik dan uyang jelek, atau secara logika diakatakan sebagai argumen yang benar dan yang tidak benar. Logika memainkan peran penting didalam materi utama matematika. Logika adalah suatu sistem formal untuk menghasilkan kesimpulan-kesimpulan seperangkat aturan yang memungkinkan seseorang dapat mencapai kesimpulan yang benar mencapai suatu objek atau peristiwa.

II.                PEMBAHASAN

1.    Penalaran

Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).

Metode induktif
Paragraf Induktif adalah paragraf yang diawali dengan menjelaskan permasalahan-permasalahan khusus (mengandung pembuktian dan contoh-contoh fakta) yang diakhiri dengan kesimpulan yang berupa pernyataan umum. Paragraf Induktis sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis. Pengembangan tersebut yakni paragraf generalisasi, paragraf analogi, paragraf sebab akibat bisa juga akibat sebab.
Contoh paragraf Induktif:
Pada saat ini remaja lebih menukai tari-tarian dari barat seperti brigdens, shafel muter, salsa (dan Kripton), free dance dan lain sebagainya. Begitupula dengan jenis musik umumnya mereka menyukai rock, blues, jazz, maupun reff tarian dan kesenian tradisional mulai ditinggalkan dan beralih mengikuti tren barat. Penerimaan terhadap bahaya luar yang masuk tidak disertai dengan pelestarian budaya sendiri. Kesenian dan budaya luar perlahan-lahan menggeser kesenian dan budaya tradisional.
Contoh generalisasi:
Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.



Metode deduktif    
Metode berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang khusus.
Contoh: Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status sosial.

Jika seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
·       Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang salah.
·       Dalam penalaran, pengetahuan yang dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan sebagai premis tepat.

2.    Proposisi
Proposisi majemuk -- pernyataan yang terdiri atas dua bagian yang dapat dinilai benar atau salah.
Proposisi majemuk dibedakan menjadi tiga :
1.      Proposisi hipotesis;
2.      Proposisi disjungtif;
3.      Proposisi konjungtif.
Dalam logika, nilai benar disimbolkan dengan angka 1, nilai salah disimbolkan dengan angka 0.
Nilai logis dari suatu pernyataan tunggal misalnya p memiliki nilai logika 1 dan 0. Jika ada dua pernyataan tunggal, nilai logisnya ada 2 x 2 = 4. Misalnya: pq nilai logisnya: 1 1, 1 0, 0 1, 0 0. Jadi nilai logis dihitung 2”, dimana n berarti pernyataan tunggal. Kalau ada penyataan 3 tunggal, berarti nilai logisnya 2 x 2 x 2 = 8.

Proposisi Hipotesis
Pernyataan yang terdiri atas dua bagian, saling ketergantungan: satu sebagi anteseden (premis) satu sebagai konsekuen (kesimpulan)

Proposisi hipotesis ada 3 (tiga):
a. Proposisi Hipotesis Kondisional (implikasi)
Ditandai  dengan “ jika… maka …” atau “jika p maka q dan q belum tentu p”.
Proposisi hipotesis kondisional bernilai salah jika nilai anteseden benar dan konsekuen salah.

b. Proposisi Hipotesis Bikondisional (ekuivalen atau biimplikasi).
Ditandai dengan “jika dan hanya jika...maka...”atau jika p maka q dan jika q maka p”.

c. Proposisi yang bernilai benar jika nilai kedua komponennya bernilai sama, yakni benar-benar atsau salah-salah.

Proposisi Disjungtif
Ditandai dengan “atau”
Proposisi disjungtif dibagi menjadi 3 macam:
1.    Disjungsi eksklusif, ditandai dengan “atau”. Dua bagian merupakan pilihan, tidak dapat menyatu dan ada kemungkinan ketiga. Proposisi ini bernilai benar kalau salah satu komponennya berniai salah.
2.    Disjungsi inklusif, ditandai dengan “dan atau” salah satu keduanya dapat benar. Proposisi ini bernilai benar jika salah satunya bernilai benar.
3.    Disjungsi alternatif, ditandai dengan “atau” tetapi dua bagian itu tidak dapat menyatu dan tidak ada kemungkinan ketiga. Proposisi ini bernilai benar jika nilai kedua komponennya bernilai berbeda, yaitu benar-salah atau salah-benar.

Proposisi Konjungtif
Ditandai dengan “...dan...”  proposisi majemuk yang menegaskan dua predikat dihubungkan dengan subyek yang sama. Proposisi ini bernilai benar jika nilai kedua komponennya bernilai benar.

3.    Inferensi dan implikasi
Inferensi menurut para ahli, Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan (ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat (sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik) (Suwito,1985:55).

Implikasi
Perhatikan pernyataan berikut ini: “Jika matahari bersinar maka udara terasa hangat”, jadi, bila kita tahu bahwa matahari bersinar, kita juga tahu bahwa udara terasa hangat. Karena itu akan sama artinya jika kalimat di atas kita tulis sebagai:
“Bila matahari bersinar, udara terasa hangat”.
”Sepanjang waktu matahari bersinar, udara terasa hangat”.
“Matahari bersinar  berimplikasi udara terasa hangat”.
“Matahari bersinar hanya jika udara terasa hangat”.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka untuk menunjukkan bahwa udara tersebut hangat adalah cukup dengan menunjukkan bahwa matahari bersinar atau matahari bersinar merupakan syarat cukup untuk udara terasa hangat.
Sedangkan untuk menunjukkan bahwa matahari bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara menjadi hangat atau udara terasa hangat merupakan syarat perlu bagi matahari bersinar. Karena udara dapat menjadi hangat hanya bila matahari bersinar

4.    Wujud Evidensi
Dalam wujudnya yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu. Biasanya semua bahan informasi berupa statistik, dan keterangan-keterangan yang dikumpulkan atau diberikan oleh orang-orang kepada seseorang, semuanya di masukkan dalam pengertian data (apa yang diberikan) dan infromasi (bahan keterangan). Pada dasarnya semua data dan informasi harus diyakini dan diandalkan kebenarannya. Untuk itu penulis atau pembicara harus mengadakan pengujian atas data dan informasi tersebut, apakah semua bahan keteraangan itu merupakan fakta.



5.    Cara Menguji Data
a.     Observasi
Fakta-fakta yang diajukan sebagai evidensi mungkin belum memuaskan seorang pengarang atau penulis. Untuk lebih meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat menggunakannya sebaik-baiknya dalam usaha meyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang pengarang merasa perlu untuk mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data atu informasi itu.
b.    Kesaksian
Keharusan menguji data dan informasi, tidak selalu harus dilakukan dengan observasi. Kadang-kadang sangat sulit untuk mengharuskan seseorang mengadakn obeservasi atas obyek yang akan dibicarakan. Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat, dan biaya yang harus dikeluarkan. Untuk mengatasi hal itu penulis atau pengarang dapat melakukan pengujian dengan meminta kesaksian atau keterangan dari orang lain, yang tidak mengalami sendiri atau menyelidiki sendiri persoalan itu.

c.     Autoritas
Cara ketiga yang dapat dipergunakan untuk menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari suatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka yang telah menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian, menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian mereka dalam bidang itu.

6.    Cara Menguji Fakta
a.     Konsistensi
Dasar pertama yang dipakai untuk menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah kekonsistenan. Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada satu evidensi bertentangan atau melemahkan evidensi yang lain.

b.    Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk mengadakan penilaian fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi adalah masalah koherensi. Semua fakta yang akan dipergunakan sebagai evidensi harus pula koheren dengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan atau sikap yang berlaku. Bila penulis menginginkan agar sesuatu hal dapat diterima, ia harus meyakinkan pembaca bahwa karena pembaca setuju atau menerima fakta-fakta dan jalan pikiran yang menemukakannya, maka secara konsekuen pula pembaca harus menerima hal lain, yaitu konklusinya.


7.    Cara Menilai Autoritas
a.     Tidak Menganung Prasangka
dasar pertama yang perlu diketahui oleh penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung prasangka. Yang tidak mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya. Pengertian tidak mengandung prasangka juga mencakup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya.

b.    Pengalaman dan Pendidikan Autoritas
dasar kedua yang harus diperhitungkan penulis untuk menilai pendapat suatu autoritas adalah menyangkut pengalaman dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui pendidikannya tadi.
Walaupun jaman kita ini sudah begitu condong atau cenderung dengan berbagai macam spesifikasi, namun kita tidak boleh mengabaikan keahlian seseorang dalam beberapa macam bidang tertentu.

c.     Kemashuran dan Prestise
faktor ketiga yang harus diperhatikan oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi di balik kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain.
Sering terjadi bahwa seseorang yang menjadi terkenal karena prestise tertentu, dianggap berwenang pula dalam segala bidang. Seorang yang menjadi terkenal karena memperoleh lima medali emas berturut-turut  dalam pertandingan lomba lari jarak lima ribu meter, diminta pendapatnya tentang cara-cara pemberantasan korupsi.


d.    Koherensi dan Kemajuan
hal keempat yang perlu diperhatikan penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap terakhir dalam bidang itu.
Pengetahuan dan pendapat terakhir tidak selalu berarti bahwa pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui bahwa pendapat-pendapat terakhir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih dapat diandalkan, karena autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang paling baik untuk membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala kebaikan dan keburukannya atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan suatu pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat dipertanggung jawabkan.
Sebab itu untuk memberi evaluasi yang tepat terhadap autoritas yang dikutip, pengarang harus menyebut nama autoritas, gelar, kedudukatif, dan sumber khusus tempat kutipan itu dijumpai. Bila mungkin penulis harus mengutip setepat-tepatnya kata-kata atau kalimat autoritas tersebut.
Untuk memperlihatkan bahwa penulis sungguh-sungguh siap dengan persoalan yang tengah diargumentasikan, maka sebaiknya seluruh argumentasi itu jangan didasarkan hanya pada satu autoritas.

Pertanyaan

1.         Ada berapa  jenis proposisi majemuk?
a.       7
b.      3*
c.       8
d.      5
2.      Sebutkan 2 metode penalaran
a.       Seduktif & Deduktif
b.      Reduktif & Adiktif
c.       Induktif & Deduktif*
d.      Induktif & Reaktif


3.      Sebutkan jenis proposisi disjungtif
a.       Eksklusif, Inklusif, Alternatif*
b.      Federatif, Eksekutif, Alternatif
c.       Legislatif, Konjungtif, Hipotesis
d.      Deskriptif, Yudikatif, Inklusif
4.      Ada berapa cara menguji data?
a.       5
b.      1
c.       8
d.      3*
5.      Sebutkan cara menguji fakta?
a.       Kesaksian, dan koherensi
b.      Koherensi autoritas
c.       Konsistensi dan koherensi
d.      Konsistensi dan observasi


Tidak ada komentar:

Posting Komentar