I.
PENDAHULUAN
Setiap
manusia pasti pernah berpikir. Penalaran adalah salah satu proses berpikir
manusia tersebut. Penalaran adalah sebgaian hasil dari cara berfikir kita,
studi-studi penalaran biasanya berhubungan dengan logika. Studi mengenai
penalaran berkaitan erat demgan bagaimana manusia mencapai
kesimpulan-kesimpulan tertentu baik dari premis langsung maupun tidak langsung.
Penalaran dan pemecahan masalah biasanya adalah topik-topik yang sanagat erat
hubungannya dengan aspek-aspek yang secara umum berhubungan dengan berpikir.
Titik berat penalaran adalah bagaimana seseorang menarik suatu kesimpulan dan
mengevaluasi apakah kesimpulan yang ia tarik itu benar atau salah. Studi-studi
tentang logika yang merupakan bagian dari filsafat, matematika, mencoba untuk
memahami secara rinci karateristik-karateristik argument yang baik dan uyang
jelek, atau secara logika diakatakan sebagai argumen yang benar dan yang tidak
benar. Logika memainkan peran penting didalam materi utama matematika. Logika
adalah suatu sistem formal untuk menghasilkan kesimpulan-kesimpulan seperangkat
aturan yang memungkinkan seseorang dapat mencapai kesimpulan yang benar
mencapai suatu objek atau peristiwa.
II.
PEMBAHASAN
1.
Penalaran
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera
(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang
sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar,
orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui.
Proses inilah yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan
dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens)
dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence).
Metode
induktif
Paragraf
Induktif adalah paragraf yang diawali dengan menjelaskan
permasalahan-permasalahan khusus (mengandung pembuktian dan contoh-contoh
fakta) yang diakhiri dengan kesimpulan yang berupa pernyataan umum. Paragraf
Induktis sendiri dikembangkan menjadi beberapa jenis. Pengembangan tersebut
yakni paragraf generalisasi, paragraf analogi, paragraf sebab akibat bisa juga
akibat sebab.
Contoh
paragraf Induktif:
Pada saat
ini remaja lebih menukai tari-tarian dari barat seperti brigdens, shafel muter, salsa (dan Kripton), free
dance dan lain sebagainya. Begitupula dengan jenis musik umumnya mereka
menyukai rock, blues, jazz, maupun reff tarian dan kesenian tradisional
mulai ditinggalkan dan beralih mengikuti tren barat. Penerimaan terhadap bahaya
luar yang masuk tidak disertai dengan pelestarian budaya sendiri. Kesenian dan
budaya luar perlahan-lahan menggeser kesenian dan budaya tradisional.
Contoh
generalisasi:
Jika ada
udara, manusia akan hidup.
Jika ada
udara, hewan akan hidup.
Jika ada
udara, tumbuhan akan hidup.
Jika ada
udara mahkluk hidup akan hidup.
Metode deduktif
Metode
berpikir deduktif adalah metode berpikir yang menerapkan hal-hal yang umum
terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagiannya yang
khusus.
Contoh:
Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah
kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang
menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status
sosial.
Jika
seseorang melakukan penalaran, maksudnya tentu adalah untuk menemukan kebenaran. Kebenaran
dapat dicapai jika syarat – syarat dalam menalar dapat dipenuhi.
·
Suatu penalaran bertolak dari pengetahuan yang sudah
dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang memang
salah.
·
Dalam penalaran, pengetahuan yang
dijadikan dasar konklusi adalah premis. Jadi semua premis harus benar. Benar di
sini harus meliputi sesuatu yang benar secara formal maupun material. Formal
berarti penalaran memiliki bentuk yang tepat, diturunkan dari aturan – aturan
berpikir yang tepat sedangkan material berarti isi atau bahan yang dijadikan
sebagai premis tepat.
2.
Proposisi
Proposisi majemuk -- pernyataan
yang terdiri atas dua bagian yang dapat dinilai benar atau salah.
Proposisi majemuk dibedakan menjadi tiga :
1. Proposisi hipotesis;
2. Proposisi disjungtif;
3. Proposisi konjungtif.
Dalam logika, nilai benar disimbolkan dengan angka 1, nilai salah disimbolkan dengan angka 0.
Nilai logis dari suatu pernyataan tunggal misalnya p memiliki nilai logika 1 dan 0. Jika ada dua pernyataan tunggal, nilai logisnya ada 2 x 2 = 4. Misalnya: pq nilai logisnya: 1 1, 1 0, 0 1, 0 0. Jadi nilai logis dihitung 2”, dimana n berarti pernyataan tunggal. Kalau ada penyataan 3 tunggal, berarti nilai logisnya 2 x 2 x 2 = 8.
Proposisi Hipotesis
Pernyataan yang terdiri atas dua bagian, saling ketergantungan: satu sebagi anteseden (premis) satu sebagai konsekuen (kesimpulan)
Proposisi hipotesis ada 3 (tiga):
a. Proposisi Hipotesis Kondisional (implikasi)
Ditandai dengan “ jika… maka …” atau “jika p maka q dan q belum tentu p”.
Proposisi hipotesis kondisional bernilai salah jika nilai anteseden benar dan konsekuen salah.
Proposisi majemuk dibedakan menjadi tiga :
1. Proposisi hipotesis;
2. Proposisi disjungtif;
3. Proposisi konjungtif.
Dalam logika, nilai benar disimbolkan dengan angka 1, nilai salah disimbolkan dengan angka 0.
Nilai logis dari suatu pernyataan tunggal misalnya p memiliki nilai logika 1 dan 0. Jika ada dua pernyataan tunggal, nilai logisnya ada 2 x 2 = 4. Misalnya: pq nilai logisnya: 1 1, 1 0, 0 1, 0 0. Jadi nilai logis dihitung 2”, dimana n berarti pernyataan tunggal. Kalau ada penyataan 3 tunggal, berarti nilai logisnya 2 x 2 x 2 = 8.
Proposisi Hipotesis
Pernyataan yang terdiri atas dua bagian, saling ketergantungan: satu sebagi anteseden (premis) satu sebagai konsekuen (kesimpulan)
Proposisi hipotesis ada 3 (tiga):
a. Proposisi Hipotesis Kondisional (implikasi)
Ditandai dengan “ jika… maka …” atau “jika p maka q dan q belum tentu p”.
Proposisi hipotesis kondisional bernilai salah jika nilai anteseden benar dan konsekuen salah.
b. Proposisi Hipotesis Bikondisional
(ekuivalen atau biimplikasi).
Ditandai dengan “jika dan hanya
jika...maka...”atau jika p maka q dan jika q maka p”.
c. Proposisi yang bernilai benar jika
nilai kedua komponennya bernilai sama, yakni benar-benar atsau salah-salah.
Proposisi
Disjungtif
Ditandai dengan “atau”
Proposisi disjungtif dibagi menjadi 3
macam:
1. Disjungsi
eksklusif, ditandai dengan “atau”. Dua bagian merupakan pilihan, tidak dapat
menyatu dan ada kemungkinan ketiga. Proposisi ini bernilai benar kalau salah
satu komponennya berniai salah.
2. Disjungsi
inklusif, ditandai dengan “dan atau” salah satu keduanya dapat benar. Proposisi
ini bernilai benar jika salah satunya bernilai benar.
3. Disjungsi
alternatif, ditandai dengan “atau” tetapi dua bagian itu tidak dapat menyatu
dan tidak ada kemungkinan ketiga. Proposisi ini bernilai benar jika nilai kedua
komponennya bernilai berbeda, yaitu benar-salah atau salah-benar.
Proposisi Konjungtif
Ditandai
dengan “...dan...” proposisi majemuk yang
menegaskan dua predikat dihubungkan dengan subyek yang sama. Proposisi ini
bernilai benar jika nilai kedua komponennya bernilai benar.
3.
Inferensi
dan implikasi
Inferensi
menurut para ahli, Alwasilah (1985:131) mengetengahkan pengertian
interferensi berdasarkan rumusan Hartman dan Stonk bahwa interferensi merupakan
kekeliruan yang disebabkan oleh adanya kecenderungan membiasakan pengucapan
(ujaran) suatu bahasa terhadap bahasa lain mencakup pengucapan satuan bunyi,
tata bahasa, dan kosakata. Sementara itu, Jendra (1991:109) mengemukakan bahwa
interferensi meliputi berbagai aspek kebahasaan, bisa menyerap dalam bidang
tata bunyi (fonologi), tata bentukan kata (morfologi), tata kalimat
(sintaksis), kosakata (leksikon), dan tata makna (semantik) (Suwito,1985:55).
Implikasi
Perhatikan pernyataan berikut ini: “Jika matahari bersinar maka udara terasa hangat”, jadi, bila kita tahu bahwa matahari bersinar, kita juga tahu bahwa udara terasa hangat. Karena itu akan sama artinya jika kalimat di atas kita tulis sebagai:
“Bila matahari bersinar, udara terasa hangat”.
”Sepanjang waktu matahari bersinar, udara terasa hangat”.
“Matahari bersinar berimplikasi udara terasa hangat”.
“Matahari bersinar hanya jika udara terasa hangat”.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka untuk menunjukkan bahwa udara tersebut hangat adalah cukup dengan menunjukkan bahwa matahari bersinar atau matahari bersinar merupakan syarat cukup untuk udara terasa hangat.
Sedangkan untuk menunjukkan bahwa matahari bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara menjadi hangat atau udara terasa hangat merupakan syarat perlu bagi matahari bersinar. Karena udara dapat menjadi hangat hanya bila matahari bersinar
Perhatikan pernyataan berikut ini: “Jika matahari bersinar maka udara terasa hangat”, jadi, bila kita tahu bahwa matahari bersinar, kita juga tahu bahwa udara terasa hangat. Karena itu akan sama artinya jika kalimat di atas kita tulis sebagai:
“Bila matahari bersinar, udara terasa hangat”.
”Sepanjang waktu matahari bersinar, udara terasa hangat”.
“Matahari bersinar berimplikasi udara terasa hangat”.
“Matahari bersinar hanya jika udara terasa hangat”.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka untuk menunjukkan bahwa udara tersebut hangat adalah cukup dengan menunjukkan bahwa matahari bersinar atau matahari bersinar merupakan syarat cukup untuk udara terasa hangat.
Sedangkan untuk menunjukkan bahwa matahari bersinar adalah perlu dengan menunjukkan udara menjadi hangat atau udara terasa hangat merupakan syarat perlu bagi matahari bersinar. Karena udara dapat menjadi hangat hanya bila matahari bersinar
4.
Wujud
Evidensi
Dalam
wujudnya yang paling rendah evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang dimaksud
dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang diperoleh dari suatu
sumber tertentu. Biasanya semua bahan informasi berupa statistik, dan
keterangan-keterangan yang dikumpulkan atau diberikan oleh orang-orang kepada
seseorang, semuanya di masukkan dalam pengertian data (apa yang diberikan) dan
infromasi (bahan keterangan). Pada dasarnya semua data dan informasi harus
diyakini dan diandalkan kebenarannya. Untuk itu penulis atau pembicara harus
mengadakan pengujian atas data dan informasi tersebut, apakah semua bahan
keteraangan itu merupakan fakta.
5.
Cara
Menguji Data
a. Observasi
Fakta-fakta yang diajukan sebagai
evidensi mungkin belum memuaskan seorang pengarang atau penulis. Untuk lebih
meyakinkan dirinya sendiri dan sekaligus dapat menggunakannya sebaik-baiknya
dalam usaha meyakinkan para pembaca, maka kadang-kadang pengarang merasa perlu
untuk mengadakan peninjauan atau observasi singkat untuk mengecek data atu
informasi itu.
b. Kesaksian
Keharusan menguji data dan informasi,
tidak selalu harus dilakukan dengan observasi. Kadang-kadang sangat sulit untuk
mengharuskan seseorang mengadakn obeservasi atas obyek yang akan dibicarakan.
Kesulitan itu terjadi karena waktu, tempat, dan biaya yang harus dikeluarkan.
Untuk mengatasi hal itu penulis atau pengarang dapat melakukan pengujian dengan
meminta kesaksian atau keterangan dari orang lain, yang tidak mengalami sendiri
atau menyelidiki sendiri persoalan itu.
c. Autoritas
Cara ketiga yang dapat dipergunakan
untuk menguji fakta dalam usaha menyusun evidensi adalah meminta pendapat dari
suatu autoritas, yakni pendapat dari seorang ahli, atau mereka yang telah
menyelidiki fakta-fakta itu dengan cermat, memperhatikan semua kesaksian,
menilai semua fakta kemudian memberikan pendapat mereka sesuai dengan keahlian
mereka dalam bidang itu.
6.
Cara
Menguji Fakta
a. Konsistensi
Dasar pertama yang dipakai untuk
menetapkan fakta mana yang akan dipakai sebagai evidensi adalah kekonsistenan.
Sebuah argumentasi akan kuat dan mempunyai tenaga persuasif yang tinggi, kalau
evidensi-evidensinya bersifat konsisten, tidak ada satu evidensi bertentangan
atau melemahkan evidensi yang lain.
b. Koherensi
Dasar kedua yang dapat dipakai untuk
mengadakan penilaian fakta mana yang dapat dipergunakan sebagai evidensi adalah
masalah koherensi. Semua fakta yang akan digunakan sebagai evidensi adalah
masalah koherensi. Semua fakta yang akan dipergunakan sebagai evidensi harus
pula koheren dengan pengalaman-pengalaman manusia, atau sesuai dengan pandangan
atau sikap yang berlaku. Bila penulis menginginkan agar sesuatu hal dapat
diterima, ia harus meyakinkan pembaca bahwa karena pembaca setuju atau menerima
fakta-fakta dan jalan pikiran yang menemukakannya, maka secara konsekuen pula
pembaca harus menerima hal lain, yaitu konklusinya.
7.
Cara
Menilai Autoritas
a. Tidak
Menganung Prasangka
dasar pertama yang perlu diketahui oleh
penulis adalah bahwa pendapat autoritas sama sekali tidak boleh mengandung
prasangka. Yang tidak mengandung prasangka artinya pendapat itu disusun
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh ahli itu sendiri, atau
didasarkan pada hasil-hasil eksperimental yang dilakukannya. Pengertian tidak
mengandung prasangka juga mencakup hal lain, yaitu bahwa autoritas itu tidak
boleh memperoleh keuntungan pribadi dari data-data eksperimentalnya.
b. Pengalaman
dan Pendidikan Autoritas
dasar kedua yang harus diperhitungkan
penulis untuk menilai pendapat suatu autoritas adalah menyangkut pengalaman dan
pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperolehnya harus dikembangkan lebih
lanjut dalam kegiatan-kegiatan sebagai seorang ahli yang diperoleh melalui
pendidikannya tadi.
Walaupun jaman kita ini sudah begitu
condong atau cenderung dengan berbagai macam spesifikasi, namun kita tidak
boleh mengabaikan keahlian seseorang dalam beberapa macam bidang tertentu.
c. Kemashuran
dan Prestise
faktor ketiga yang harus diperhatikan
oleh penulis untuk menilai autoritas adalah meneliti apakah pernyataan atau
pendapat yang akan dikutip sebagai autoritas itu hanya sekedar bersembunyi di
balik kemashuran dan prestise pribadi di bidang lain.
Sering terjadi bahwa seseorang yang
menjadi terkenal karena prestise tertentu, dianggap berwenang pula dalam segala
bidang. Seorang yang menjadi terkenal karena memperoleh lima medali emas
berturut-turut dalam pertandingan lomba lari jarak lima ribu meter,
diminta pendapatnya tentang cara-cara pemberantasan korupsi.
d. Koherensi
dan Kemajuan
hal keempat yang perlu diperhatikan
penulis argumentasi adalah apakah pendapat yang diberikan autoritas itu sejalan
dengan perkembangan dan kemajuan jaman, atau koheren dengan pendapat atau sikap
terakhir dalam bidang itu.
Pengetahuan dan pendapat terakhir tidak
selalu berarti bahwa pendapat itulah yang terbaik. Tetapi harus diakui bahwa
pendapat-pendapat terakhir dari ahli-ahli dalam bidang yang sama lebih dapat
diandalkan, karena autoritas-autoritas semacam itu memperoleh kesempatan yang
paling baik untuk membandingkan semua pendapat sebelumnya, dengan segala
kebaikan dan keburukannya atau kelemahannya, sehingga mereka dapat mencetuskan
suatu pendapat yang lebih baik, yang lebih dapat dipertanggung jawabkan.
Sebab itu untuk memberi evaluasi yang
tepat terhadap autoritas yang dikutip, pengarang harus menyebut nama autoritas,
gelar, kedudukatif, dan sumber khusus tempat kutipan itu dijumpai. Bila mungkin
penulis harus mengutip setepat-tepatnya kata-kata atau kalimat autoritas
tersebut.
Untuk memperlihatkan bahwa penulis
sungguh-sungguh siap dengan persoalan yang tengah diargumentasikan, maka
sebaiknya seluruh argumentasi itu jangan didasarkan hanya pada satu autoritas.
Pertanyaan
1. Ada berapa
jenis proposisi majemuk?
a. 7
b. 3*
c. 8
d. 5
2. Sebutkan
2 metode penalaran
a. Seduktif
& Deduktif
b. Reduktif
& Adiktif
c. Induktif
& Deduktif*
d. Induktif
& Reaktif
3. Sebutkan
jenis proposisi disjungtif
a. Eksklusif,
Inklusif, Alternatif*
b. Federatif,
Eksekutif, Alternatif
c. Legislatif,
Konjungtif, Hipotesis
d. Deskriptif,
Yudikatif, Inklusif
4. Ada
berapa cara menguji data?
a. 5
b. 1
c. 8
d. 3*
5. Sebutkan
cara menguji fakta?
a. Kesaksian,
dan koherensi
b. Koherensi
autoritas
c. Konsistensi
dan koherensi
d. Konsistensi
dan observasi
Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran
http://ennoasriani.wordpress.com/2012/03/09/pengertian-inferensi-dan-implikasi-softskill-tulisan-b-indo-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar